Senin,
30 Januari 2012
LARANGAN MAKAN DAN MINUM SAMBIL
BERDIRI
Shahabat Anas ra. meriwayatkan bahwa
Rasulullah SAW., melarang minum sambil berdiri. Qatadah menjelaskan “Lalu kami
bertanya, ‘kalau makan?’ beliau bersabda, kalau makan (sambil berdiri) maka itu
lebih buruk dan keji’.”
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi bersabda:
“Janganlah seorang diantara kalia inum sambil bediri. Barang
siapa yang lupa halitu, hendakah ia memuntahkanya.”
Dr.
Abdurrazzaq Al-Kailani menjelaskan bahwa minum dan makan sambil duduk lebih
menyehatkan, aman, enak, dan menjaga kehormatan, Sebab apa yang dimakan dan
diminum sambil duduk akan melewati dinding perut dengan pelan dan lembut.
Sedangkan minum sambil berdiri menyebabkan jatuhnya air ke dasar perut dengan
keras dan menghantamnya. Jika hal tersebut terjadi secara berulang-ulang dan
dalam waktu yang lama bisa menyebabkan perut menjadi longgar dan lemah.
Selanjutnya, perutakan sulit mencerna.
Dahulu
Rasulullah pernah minum sambil berdiri karena kondisi darurat yang
menghalanginya untuk minum sambil duduk, seperti keadaan sesak ditempat-tempat
yang suci. Beliau tidak menjadikan hal tersebut sebagai kebiasaan dan terus
menerus.
Dr.
Ibrahim Ar-Rawi menyatakan bahwa manusia ketika berdiri dalam keadaan tertekan
dan alat penyeimbang dalam syarafnya dalam keadaan sangat aktif, sehingga ia
melakukan kontrol penuh terhadap seluruh otot tubuh untuk melakukan
keseimbangan dan berdiri tegak. Hal tersebut membuat manusia tidak mampu
mendapat ketenangan dari organ tubuh yang berfungsi untuk aktifitas makan dan
minum. Ketenangan ini hanya didapat manusia saat dalam kondisi duduk sebab
sejumlah otot dan syaraf dalam keadaan tenang dan santai, panca indra normal,
serta respon sistem pencernaan terhadap makanan dan minuman juga semakin baik.
A.
ETIKA DALAM MAKAN DAN MINUM
Berupaya
untuk mencari makanan yang halal. Alloh Shallallaahu alaihi wa Sallam
berfirman:
"Wahai
orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki yang baik-baik yang Kami
berikan kepadamu". (Al-Baqarah: 172). Yang baik disini artinya adalah
yang halal.
Hendaklah
makan dan minum yang kamu lakukan diniatkan agar bisa dapat beribadah kepada
Alloh, agar kamu mendapat pahala dari makan dan minummu itu.
Hendaknya
mencuci tangan sebelum makan jika tangan kamu kotor, dan begitu juga setelah
makan untuk menghilangkan bekas makanan yang ada di tanganmu.
Hendaklah
kamu puas dan rela dengan makanan dan minuman yang ada, dan jangan sekali-kali
mencelanya. Abu Hurairah Radhiallaahu anhu di dalam haditsnya menuturkan:
"Rasululloh Shallallaahu alaihi wa Sallam sama sekali tidak pernah mencela
makanan. Apabila suka sesuatu ia makan dan jika tidak, maka ia
tinggalkan". (Muttafaq'alaih).
Hendaknya
jangan makan sambil bersandar atau dalam keadaan menyungkur. Rasululloh
Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda;
"Aku
tidak makan sedangkan aku menyandar". (HR. al-Bukhari). Dan di dalam
haditsnya, Ibnu Umar Radhiallaahu anhu menuturkan:
"Rasululloh
Shallallaahu alaihi wa Sallam telah melarang dua tempat makan, yaitu duduk di
meja tempat minum khamar dan makan sambil menyungkur". (HR. Abu Daud,
dishahihkan oleh Al-Albani).
Tidak
makan dan minum dengan menggunakan bejana terbuat dari emas dan perak. Di dalam
hadits Hudzaifah dinyatakan di antaranya bahwa Nabi Shallallaahu alaihi wa
Sallam telah bersabda:
"…
dan janganlah kamu minum dengan menggunakan bejana terbuat dari emas dan perak,
dan jangan pula kamu makan dengan piring yang terbuat darinya, karena keduanya
untuk mereka (orang kafir) di dunia dan untuk kita di akhirat kelak".
(Muttafaq'alaih).
Hendaknya
memulai makanan dan minuman dengan membaca Bismillah dan diakhiri dengan
Alhamdulillah. Rasululloh Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
"Apabila
seorang diantara kamu makan, hendaklah menyebut nama Alloh Subhanahu wa Ta’ala
dan jikaA lupa menyebut nama Alloh Subhanahu wa Ta’ala pada awalnya maka
hendaknya mengatakan : Bismillahi awwalihi wa akhirihi". (HR. Abu Daud
dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Adapun
meng-akhirinya dengan Hamdalah, karena Rasululloh Shallallaahu alaihi wa Sallam
bersabda:
"Sesungguhnya
Alloh sangat meridhai seorang hamba yang apabila telah makan suatu makanan ia
memuji-Nya dan apabila minum minuman ia pun memuji-Nya". (HR. Muslim).
Hendaknya
makan dengan tangan kanan dan dimulai dari yang ada di depanmu. Rasulllah
Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda Kepada Umar bin Salamah:
"Wahai
anak, sebutlah nama Alloh dan makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah apa
yang di depanmu." (Muttafaq'alaih).
Disunnatkan
makan dengan tiga jari dan menjilati jari-jari itu sesudahnya. Diriwayatkan
dari Ka`ab bin Malik dari ayahnya, ia menuturkan:
"Adalah
Rasululloh Shallallaahu alaihi wa Sallam makan dengan tiga jari dan ia
menjilatinya sebelum mengelapnya". (HR. Muslim).
Disunnatkan
mengambil makanan yang terjatuh dan membuang bagian yang kotor darinya lalu
memakannya. Rasululloh Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
"Apabila
suapan makan seorang kamu jatuh hendaklah ia mengambilnya dan membuang bagian
yang kotor, lalu makanlah ia dan jangan membiarkannya untuk syetan".
(HR. Muslim).
Tidak
meniup makan yang masih panas atau bernafas di saat minum. Hadits Ibnu Abbas
menuturkan "Bahwasanya Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam melarang
bernafas pada bejana minuman atau meniupnya". (HR. At-Turmudzi dan
dishahihkan oleh Al-Albani).
Tidak
berlebih-lebihan di dalam makan dan minum. Karena Rasululloh Shallallaahu
alaihi wa Sallam bersabda:
"Tiada
tempat yang yang lebih buruk yang dipenuhi oleh seseorang daripada perutnya,
cukuplah bagi seseorang beberapa suap saja untuk menegakkan tulang punggungnya;
jikapun terpaksa, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minu-mannya
dan sepertiga lagi untuk bernafas". (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh
Al-Albani).
Hendaknya
pemilik makanan (tuan rumah) tidak melihat ke muka orang-orang yang sedang
makan, namun seharusnya ia menundukkan pandangan matanya, karena hal tersebut
dapat menyakiti perasaan mereka dan membuat mereka menjadi malu.
Hendaknya
kamu tidak memulai makan atau minum sedangkan di dalam majlis ada orang yang
lebih berhak memulai, baik kerena ia lebih tua atau mempunyai kedudukan, karena
hal tersebut bertentangan dengan etika.
Jangan
sekali-kali kamu melakukan perbuatan yang orang lain bisa merasa jijik, seperti
mengirapkan tangan di bejana, atau kamu mendekatkan kepalamu kepada tempat
makanan di saat makan, atau berbicara dengan nada-nada yang mengandung makna
kotor dan menjijik-kan.
Jangan
minum langsung dari bibir bejana, berdasarkan hadits Ibnu Abbas beliau berkata:
"Nabi
Shallallaahu alaihi wa Sallam melarang minum dari bibir bejana wadah air."
(HR. Al Bukhari)
Disunnatkan
minum sambil duduk, kecuali jika udzur, karena di dalam hadits Anas disebutkan:
"Bahwa
sesungguhnya Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam melarang minum sambil berdiri".
(HR. Muslim).
B. JENISMAKANAN YANG DIMAKAN OLEH
RASULULLAH SAW
“Keluarga
Nabi saw tidak pernah makan roti sya’ir sampai kenyang dua hari berturut-turut
hingga Rasulullah saw wafat.”(Diriwayatkan oleh Muhammad bin al Matsani, dan
diriwayatkan pula oleh Muhammad bin Basyar, keduanya menerima dari Muhammad bin
Ja’far, dari Syu’bah, dari Ishaq, dari Abdurrahman bin Yazid, dari al Aswad bin
Yazid, yang bersumber dari `Aisyah r.a.)
·
Sya’ir,khintah dan bur, semuanya
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan “gandum” sedangkan sya’ir
merupakan gandum yang paling rendah mutunya. Kadang kala ia dijadikan makanan
ternak, namun dapat pula dihaluskan untuk makanan manusia. Roti yang terbuat
dari sya’ir kurang baik mutunya sya’ir lebih dekat kepada jelai daripada
gandum.
·
Abdurrahman bin Yazid dan al Aswad
bin Yazid bersaudara, keduanya rawi yang tsiqat.”Rasulullah saw. tidak pernah
makan di atas meja dan tidak pernah makan roti gandum yang halus, hingga wafatnya.”(Diriwayatkan
oleh `Abdullah bin `Abdurrahman, dari’Abdullah bin `Amr –Abu Ma’mar-,dari
`Abdul Warits, dari Sa’id bin Abi `Arubah, dari Qatadah, yang bersumber dari
Anas r.a.)
C. LAUK PAUK YANG DIMAKAN RASULULLAH SAW
“Sesungguhnya
Rasulullah bersabda: “Saus yang paling enak adalah cuka.”
Abdullah bin `Abdurrahman berkata : “Saus yang paling enak adalah cuka.”(Diriwayatkan oleh Muhammad bin Shal bin `Askar dan `Abdullah bin`Abdurrahman,keduanya menerima dari Yahya bin Hasan,dari Sulaiman bin Hilal, Hisyam bin Urwah, dari bapaknya yang bersumber dari `Aisyah r.a.)
Abdullah bin `Abdurrahman berkata : “Saus yang paling enak adalah cuka.”(Diriwayatkan oleh Muhammad bin Shal bin `Askar dan `Abdullah bin`Abdurrahman,keduanya menerima dari Yahya bin Hasan,dari Sulaiman bin Hilal, Hisyam bin Urwah, dari bapaknya yang bersumber dari `Aisyah r.a.)
“Rasulullah
saw bersabda : “Makanlah minyak zaitun dan berminyaklah dengannya.
Sesungguhnya ia berasal dari pohon yang diberkahi.”(Diriwayatkan oleh Mahmud
bin Ghailan, dari Abu Ahmad az Zubair, dan diriwayatkan pula oleh Abu Nu’aim,
keduanya menerima dari Sufyan, dari ` Abdullah bin `Isa, dari seorang laki-laki
ahli syam yang bernama Atha’, yang bersumber dari Abi Usaid r.a.)
Abi Usaid
adalah `Abdullah bin Tsabit az Zarqi.
“Nabi saw
menggemari buah labu. maka (pada suatu hari) beliau diberi makanan itu, atau
diundang untuk makan makanan itu (labu). Aku pun mengikutinya, maka makanan itu
(labu) kuletakkan dihadapannya, karena aku tahu beliau menggemarinya.
(Diriwayatkan oleh Muhammad bin Basyar, dari Muhammad bin Ja’far, dan
diriwayatkan pula oleh Abdurrahman bin Mahdi,keduanya menerima dari Syu’bah,
dari Qatadahyang bersumber dari Anas bin Malik r.a.)
“Nabi saw.
menyenangi kue-kue manis (manisan) dan madu.”(Diriwayatkan oleh Ahmad bin
Ibrahim ad Daruqi, juga diriwayatkan oleh Salamah bin Syabib dan diriwayatkan
pula oleh Mahmud bin Ghailan, mereka menerimanya dari Abu Usamah, dari Hisyam
bin `Urwah yang bersumber dari `Aisyah r.a.)
“Nabi saw
diberi makan daging, maka diambilakan baginya bagian dzir’an.Bagian dzir’an
kesukaannya. Maka Rasulullah saw Mencicipi sebagian daripadanya. “(Diriwayatkan
oleh Washil bin `Abdul A’la, dari Muhammad bin Fudlail, dari Abi Hayyan at
Taimi, dari Abi Zar’ah, yang bersumber dari Abu Hurairah r.a.)
· Dzir’an adalah bagian tubuh binatang dari dengkul sampai
bagian kaki.
“Daging yang paling baik adalah punggung.”(Diriwayatkan oleh Mahmud bin Ghailan, dari Abu Ahmad, dari Mis’ar, dari Syaikhan, dari Fahm,yang bersumber dari `Abdullah bin Ja’far r.a.)
“Daging yang paling baik adalah punggung.”(Diriwayatkan oleh Mahmud bin Ghailan, dari Abu Ahmad, dari Mis’ar, dari Syaikhan, dari Fahm,yang bersumber dari `Abdullah bin Ja’far r.a.)
· Namanya adalah Muhammad bin `Abdullah, disebut pula Muhammad
bin `Abdurrahman, juga disebut Abu Hay.
D. BUAH-BUAHAN YANG DIMAKAN RASULULLAH SAW
“Nabi
saw memakan qitsa dengan kurma (yang baru masak).”(Diriwayatkan oleh Isma’il
bin Musa al Farazi, dari Ibrahim bin Sa’id, dari ayahnya yang bersumber dari
`Abdullah bin Ja’far r.a.)
Qitsa
adalah sejenis buah-buahan yang mirip mentimun tetapi ukurannya lebih besar
(Hirbis) “Sesungguhnya Nabi saw memakan semangka dengan kurma (yang baru
masak)”(Diriwayatkan oleh Ubadah bin `Abdullah al Khaza’i al Bashri, dari
Mu’awiyah bin Hisyam,dari Sufyan, dari Hisyam bin `Urwah, dari bapaknya, yang
bersumber dari `Aisyah r.a.)
E. DO’A RASULULLAH SAW. SEBELUM DAN
SESUDAH MAKAN
“Pada
suatu hari, kami berada di rumah Rasulullah saw, maka Beliau menyuguhkan suatu
makanan. Aku tidak mengetahui makanan yang paling besar berkahnya pada saat
kami mulai makan dan tidak sedikit berkahnya di akhir kami makan.” Abu Ayub
bertanya : “Wahai Rasulullah, bagaimanakah caranya hal ini bisa terjadi?”
Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya kami membaca nama Allah waktu akan
makan, kemudian duduklah seseorang yang makan tanpa menyebut nama Allah, maka
makannya disertai syetan.”(Diriwayatkan oleh Qutaibah Dari Ibnu Luhai’ah, dari
Yazid bin Abi Habib, dari Rasyad bin Jandal al Yafi’I, dari Hubeib bin Aus,
yang bersumber dari Abu Ayub al Anshari r.a.)
“Rasulullah
saw bersabda :
“Bila
salah seorang dari kalian makan,tapi lupa menyebut nama Allah atas makanan
itu,maka hendaklah ia membaca :”Bismillahi awwalahu wa akhirahu.” (Dengan nama
Allah pada awal dan akhirnya).(Diriwayatkan oleh Yahya bin Musa, dari abu Daud,
dari Hisyam ad Distiwai, dari Budail al Aqili, dari `Abdullah bin `Ubaid bin
`Umair, dari Ummu Kultsum, yang bersumber dari `Aisyah r.a.)
Ummu
Kultsum binti `Uqbah bin Abi Mu’ith al Umawiyah, adalah salah seorang sahabat
Rasulullah saw. dan ia merupakan saudara seibu `Utsman bin Affan r.a.”Apabila
Rasulullah saw. selesai makan, maka Beliau membaca : “Alhamdulillahil ladzi
ath’amana wa saqana wa ja’alana muslimin.” (Segala puji bagi Allah Yang memberi
makan kepada kami, memberi minum kepada kami dan menjadikan kami orang-orang
islam)(Diriwayatkan oleh Mahmud Ghailan, dari Abu Ahmad az Zubairi, dari Sufyan
as Tsauri,dari Abu Hasyim, dari Ibnu Isma’il bin Riyah, dari bapaknya (Riyah
bin `Ubaid), yang bersumber dari Abu Sa’id al khudri r.a.)
“Adapun
Rasulullah saw, bila hidangan makan telah diangkat dari hadapannya,maka beliau
membaca :”Alhamdulillahi hamdan katsiran thayyiban mubarakan fihi, ghaira
muwadda’iw wa la mustaghnan `anhu Rabbana.” (Segala puji bagi Allah, puji yang
banyak tiada terhingga. Puji yang baik lagi berkah padanya Puji yang tidak
pernah berhenti. Dan puji tidak akan mampu lisan menuturkannya,ya Allah Rabbal
`Alamin) (Diriwayatkan oleh Muhammad bin Basyar, dari Yahya bin Sa’id, dari
Tsaur bin Yazid, dari Khalid bin Ma’danyang bersumber dari Abu Umamah r.a.)
F. CARA MINUM RASULULLAH
“Sesungguhnya
Rasulullah saw minum air zamzam sambil berdiri. “(Diriwayatkan oleh Ahmad bin
Mani’, dari Husyaim, dari `Ashim al Ahwal dan sebagainya,dari Sya’bi, yang
bersumber dari Ibnu `Abbas r.a.)
“Sesungguhnya
Rasulullah saw menarik nafas tiga kali pada bejana bila Beliau minum. Beliau
bersabda : “Cara seperti ini lebih menyenangkan dan menimbulkan kepuasan.”(Diriwayatkan
oleh Qutaibah bin Sa’id, dan diriwayatkan pula oleh Yusuf bin Hammad,keduanya
menerima dari `Abdul Warits bin Sa’id, dari Abi `Ashim, yang bersumber dari
Anas bin Malik r.a.)
G. MINUMAN RASULULLAH SAW
“Minuman
yang paling disukai Rasulullah saw adalah minuman manis yang
dingin.”(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi `Umar, dari Sufyan, dari Ma’mar, dari
Zuhairi, dari `Urwah,yang bersumber dari `Aisyah r.a.)
H. TEMPAT MINUM RASULULLAH SAW
Anas
bin Malik r.a. memperlihatkan kepada kami tempat minuman yang terbuat dari
kayu. Tempat minuman itu tebal dan dililit dengan besi”. kemudian anas
r.a.menerangkan : “Wahai Tsabit! Inilah tempat minum Rasulullah
saw.”(Diriwayatkan oleh al Husain bin al Aswad al Baghdadi, dari `Amr bin
Muhammad, dari `Isa bin Thuhman, yang bersumber dari Tsabit r.a.)
“Sungguh
ke dalam cangkir ini telah kutuangkan berbagai minuman untuk Rasulullah saw.,
baik itu air, nabidz, madu ataupun susu.”(Diriwayatkan oleh Abdullah bin
Abdurrahman,dari Hammad bin Salamah, dari Humaid dan Tsabit, yang bersumber
dari Anas bin Malik r.a.)
Nabidz
adalah air kurma, yakni beberapa biji kurma dimasukkan ke dalam air kemudian
dibiarkan (semalam) sampai airnya terasa manis.
SIWAK MENURUT MEDIS DAN ISLAM
A.
PENGERTIAN SIWAK
Siwak
adalah nama untuk dahan atau akar pohon yang digunakan untuk bersiwak. Oleh
karena itu semua dahan atau akar pohon apa saja boleh digunakan untuk bersiwak
jika memenuhi persyaratannya, yaitu lembut, sehingga batang atau akar kayu yang
keras tidak boleh digunakan untuk bersiwak karena bisa merusak gusi
dan email gigi; bisa membersihkan dan berserat serta bersifat basah,
sehingga akar atau batang yang tidak ada seratnya tidak bisa digunakan untuk
bersiwak; seratnya tersebut tidak berjatuhan ketika digunakan untuk bersiwak
sehingga bisa mengotori mulut
Siwak
berasal dari bahasa arab ‘yudlik’ yang artinya adalah memijat (massage). Siwak
lebih dari sekedar sikat gigi biasa, karena selain memiliki serat batang yang
elastis dan tidak merusak gigi walaupun di bawah tekanan yang keras, siwak juga
memiliki kandungan alami antimikrobial dan antidecay system.
Batang
siwak yang berdiameter kecil, memiliki kemampuan fleksibilitas yang tinggi
untuk menekuk ke daerah mulut secara tepat dan dapat mengikis plak pada gigi.
Siwak juga aman dan sehat bagi perkembangan gusi.
Siwak adalah alat pembersih gigi yang memiliki keunggulan
karena terbukti mengandung mineral-mineral alami yang dapat membunuh bakteri,
menghilangkan plaque, mencegah gigi berlubang serta memelihara gusi. Siwak juga
berfungsi mengikis dan membersihkan bagian dalam mulut.
B. KANDUNGAN ZAT YANG TERDAPAT DALAM
SIWAK
Di dalam siwak terdpat beberapa zat
yang bermanfaat diantaranya:
·
Klorida, Pottasium, Sodium
Bicarbonate, Fluorida, Silika, Sulfur, Vitamin C, Trimetilamin, Salvadorin,
Tannin dan beberapa mineral lainnya yang berfungsi untuk membersihkan gigi,
memutihkan dan menyehatkan gigi dan gusi.
·
Antibacterial Acids, seperti
astringents, abrasive dan detergent yang berfungsi untuk membunuh bakteri,
mencegah infeksi, menghentikan pendarahan pada gusi.
·
Enzim yang mencegah pembentukan plak
yang merupakan penyebab radang gusi dan penyebab utama tanggalnya gigi secara
prematur.
·
Anti Decay Agent (Zat anti
pembusukan) dan Antigermal System, yang bertindak seperti Penicilin menurunkan
jumlah bakteri di mulut dan mencegah terjadinya proses pembusukan.
·
Penelitian kimiawi terhadap tanaman
ini telah dilakukan semenjak abad ke-19, dan ditemukan sejumlah besar klorida,
fluor, trimetilamin dan resin. Kemudian ditemukan juga kandungan silika, sulfur
dan vitamin C. Kandungan kimia tersebut sangat bermanfaat bagi kesehatan gigi
dan mulut dimana trimetilamin dan vitamin C membantu penyembuhan dan perbaikan
jaringan gusi. Klorida bermanfaat untuk menghilangkan noda pada gigi, sedangkan
silika dapat bereaksi sebagai penggosok. Kemudian keberadaan sulfur dikenal
dengan rasa hangat dan baunya yang khas, adapun fluorida berguna bagi kesehatan
gigi sebagai pencegah terjadinya karies dengan memperkuat lapisan email dan
mengurangi larutnya terhadap asam yang dihasilkan oleh bakteri.
Riset
terakhir pada tahun 2007 yang dilakukan oleh para peneliti di perusahaan
Wrigley dalam laporannya di Jurnal Agrikultur dan Kimia Bahan Pangan
membuktikan bahwa batang kayu tanaman Magnolia (satu divisi dengan siwak, yaitu
Magnoliofita) memiliki efek anti bakteri yang tinggi terhadap bakteri penyebab
bau mulut.
Dan,
pada tahun 1986 WHO juga merekomendasikan penggunaan siwak. Berbagai penelitian
ilmiah lain melaporkan bahwa ekstrak tanaman siwak pada konsentrasi yang tinggi
dapat disandingkan dengan zat desinfektan oral dan anti plak lain yaitu
triklosan dan klorheksidin glukonat.
C.
HUKUM BERSIWAK
Di
dalam kitab Matn Al-Ghayah wa At-Taqrib, karya Al-Qadhi Abu Syuja’ Ahmad bin
Al-Husain Al-Ashfihani (434-488 H) dikatakan, bersiwak itu disunnahkan dalam
segala keadaan, kecuali setelah matahari tergelincir bagi orang yang sedang
berpuasa.
Dan
bersiwak itu sangat disunnahkan dalam tiga keadaan: pertama, ketika berubah bau
mulut karena diam lama (tidak makan) atau karena hal lainnya; kedua, ketika
bangun tidur; dan ketiga, ketika akan melakukan shalat.
Banyak
hadits yang menyebutkan masalah siwak ini. Di antaranya dari Aisyah
diriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, ”Bersiwak itu membersihkan mulut dan
membuat Tuhan ridha (senang).” (HR Al-Baihaqi dan An-Nasai).
Dalam
hadits lain dari Hudzaifah, ia mengatakan, ”Nabi SAW, apabila bangun tidur,
menggosok mulutnya dengan siwak.” (HR Al-Bukhari, Muslim, dan lainnya).
Sedangkan dalam hadits dari Abu Hurairah dari Nabi SAW, beliau bersabda, ”Kalau
saja aku tidak merasa khawatir akan memberatkan umatku, niscaya akan
kuperintahkan mereka untuk bersiwak setiap hendak shalat.” (HR Al-Bukhari dan
Muslim).
D.
MANFAAT BERSIWAK
Mengenai
faedahnya, para ulama menyebutkan, bersiwak itu mempunyai faedah yang sangat
banyak. Bahkan, sebagian ulama mengatakan bahwa faedah-faedahnya kurang lebih
mencapai 70. Antara lain, membersihkan mulut, mendapat ridha Tuhan, memutihkan
gigi, mengharumkan mulut, meluruskan tulang punggung, menguatkan gusi,
memperlambat tumbuhnya uban, membersihkan badan, menambah kecerdasan, melipatgandakan
pahala, mempermudah keluarnya ruh, menyebabkan ingat bacaan syahadat ketika
menghadapi kematian, menyebabkan kelapangan rizqi dan kecukupan, melancarkan
rizqi, memperbaiki kesehatan mulut, menghilangkan kotoran dan lendir di
tenggorokan, menguatkan gigi, menambah kebaikan, menyenangkan malaikat dan
mereka akan mau bersalaman karena tertarik pada cahaya mukanya (muka orang yang
bersiwak), menghilangkan penyakit kusta.
Dalam
fungsinya sebagai alat pembersih gigi dan mulut, bersiwak dengan menggunakan
kayu yang khusus, yang disebut ”kayu arak”, memang dapat diganti dengan sikat
gigi dan odol. Tetapi manfaat-manfaat lain yang didapat tidak sebanyak bila
kita menggunakan siwak, yang khusus itu. Sehingga, bersiwak tetap memiliki
kelebihan dibandingkan cara lain dalam membersihkan gigi atau mulut.
E.
CARA BERSIWAK RASULULLAH SAW
1.
Berdoa sebelum bersiwak. Salah satu
do’a yang dicontohkan Rasulullah SAW adalah: “Allahumma thahhir bissiwaak
Asnaaniy, wa qawwiy bihi Litsaatsiy, wa afshih bihi lisaniy“, yang artinya
“Wahai Allah sucikanlah gigi dan mulutku dg siwak, dan kuatkanlah Gusi gusiku,
dan fashih kan lah lidahku”;
2.
Memegang siwak dengan tangan kanan
atau tangan kiri (ada perbedaan pendapat tentang hal ini) dan meletakkan jari
kelingking dan ibu jari dibawah siwak, sedangkan jari manis, jari tengah, dan
jari telunjuk diletakkan di atas siwak.
3.
Bersiwak dimulai dari jajaran gigi
atas-tengah, lalu atas-kanan, lalu bawah-kanan, lalu bawah-tengah, lalu
atas-tengah, lalu atas-kiri, lalu bawah-kiri. Jadi seperti angka 8 yang ditulis
rebah
4.
Langkah ke-3 di atas dilakukan 3x
putaran;
5.
Selesai bersiwak, mengucapkan
hamdalah, “Alhamdulillah“.
Cara
bersiwak tidak ada ikhtilaf antara ulama, bahwa didalam kitab Syama’il Imam
Tirmidzi, dalam hadist Rasul saw, bahwa Rasul saw. bersiwak dengan kayu arak,
dan memulainya dari pertengahan, lalu ke arah kanan lalu ke kiri, demikian
diulangi sebanyak 3 X.
Imam Ghazali rahimahullah melengkapi
caranya, yaitu:
· meletakkan siwak di jajaran gigi tengah bagian atas,
· lalu mendorongnya ke arah kanan sampai ke ujungnya,
· lalu turunkan ke jajaran bawah kanan ujung,
· lalu mendorongnya kembali ke tengah jajaran bawah,
· lalu kembali naik ke tengah jajaran atas,
· lalu mendorongnya ke arah kiri sampai ujungnya,
· lalu turunkan ke jajaran bawah kiri ujung,
· dan mendorongnya lagi ke tengah di jajaran bawah.
Sulitkah?
Jangan lupa, satu kali anda bertasbih kepada Allah dengan diawali siwak, maka
dihitung 70X bertasbih. Shalat dengan diawali siwak, akan terhitung 70X shalat.
Dua rakaat shalat tahajjud diawali dengan siwak, maka dihitung 140 rakaat
tahajjud. Hebat bukan? Maha Suci Sang Maha Dermawan menempatkan curahan kedermawanannya
pada segala hal.
F. WAKTU BERSIWAK RASULULLAH SAW
Kapan
saja bersiwak? Rasulullah mencontohkan waktu-waktu utama bersiwak adalah
sebagai berikut;
1. Hendak berwudhu dan sholat;
2. Ketika akan memasuki rumah;
3. Ketika bangun tidur.
4. Ketika sedang berpuasa (shaum);
5. Ketika hendak membaca Al-Qur’an.
Beberapa
hal lain yang pernah Rasulullah SAW contohkan tentang bersiwak:
1. Cucilah siwak sebelum menggunakan dengan air bersih;
2. Sebelum digunakan, sebaiknya siwak diperbaiki/diperbagus
terlebih dahulu;
3. Boleh menggunakan siwak orang lain setelah dibersihkan;
4. Bersungguh-sungguhlah ketika bersiwak;
5. Boleh bersiwak di hadapan orang lain (tidak harus
sembunyi-sembunyi).
G. CARA MENGGUNAKAN ALAT UNTUK BERSIWAK
Orang
menggunakan siwak dalam bentuk batang atau stick kayu dengan cara:
Batang
atau cabang siwak dipotong berukuran pensil dengan panjang 15-20 cm. Stick kayu
siwak ini dapat dipersiapkan dari akar, tangkai, ranting, atau batang
tanamannya. Stick dengan ukuran diameter 1 cm dapat digigit dengan mudah dan
memberikan tekanan yang tidak merusak gusi apabila digunakan.
Kulit
dari stick siwak ini dihilangkan atau dibuang hanya pada bagian ujung stick
yang akan dipakai saja.
Siwak
yang kering dapat merusak gusi, sebaiknya direndam dalam air segar selama 1
hari sebelum digunakan. Selain itu, air tersebut juga dapat digunakan untuk
kumur-kumur.
Bagian
ujung stick siwak yang sudah dihilangkan kulit luarnya digigit-gigit atau
dikunyah-kunyah sampai berjumbai seperti berus.
Bagian
siwak yang sudah seperti berus digosokkan pada gigi, dan bisa juga digunakan
untuk membersihkan lidah.
Sulitkah?
Jangan lupa, satu kali anda bertasbih kepada Allah dengan diawali siwak, maka
dihitung 70X bertasbih. Shalat dengan diawali siwak, akan terhitung 70X shalat.
Dua rakaat shalat tahajjud diawali dengan siwak, maka dihitung 140 rakaat
tahajjud. Hebat bukan? Maha Suci Sang Maha Dermawan menempatkan curahan
kedermawanannya pada segala hal.
IKHTILAT
Ikhtilat adalah berkumpulnya
beberapa laki-laki dan wanita yang bukan mahramnya di satu tempat, yang
memungkinkan terjadinya hubungan diantara mereka apakah melaui pandangan mata,
isyarat ataupun dengan bercakap-cakap.
A. MAKNA
Ikhtilâth
Makna ikhtilath
secara bahasa adalah bercampurnya sesuatu dengan sesuatu yang lain (Lihat: Lisanul
‘Arab 9/161-162).
Adapun
maknanya secara syar’i yaitu percampurbauran antara laki-laki dan
perempuan yang tidak hubungan mahram pada tempat. (Lihat: Al Mufashshal Fî
Ahkâmil Mar’ah: 3/421 dan Al Mar’atul Muslimah Baina Ijtihâdil Fuqohâ’
wa Mumârasât Al Muslimin hal. 111).
B. Hukum
Ikhtilath
Hukum ikhtilath
adalah haram berdasarkan dalil-dalil sebagai berikut:
1) Firman Allah subhânahu wa ta’âlâ dalam surah Al
Ahzâb ayat 33:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ
“Dan
hendaklah kamu tetap di rumahmu.”
Berkata
Imam Al Qurthubi dalam menafsirakan ayat ini: “Makna ayat ini adalah perintah
untuk tetap berdiam atau tinggal di rumah, walaupun yang diperintah dalam ayat
ini adalah para istri Nabi Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi
wasallam namun secara makna masuk pula selain dari istri-istri beliau
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wasallam.” (Lihat Tafsirul
Qurthubi: 4/179)
Dan Ibnu
Katsir berkata tentang makna ayat ini: “Tinggallah kalian di rumah-rumah
kalian, janganlah kalian keluar kecuali bila ada keperluan.”
2) Firman Allah ‘Azza Wa Jalla dalam surah Al Isra’
ayat 32:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا
“Dan
janganlah kalian mendekati zina.”
Larangan
dalam ayat ini dengan konteks “Jangan kalian mendekati” menunjukkan
bahwa Al Qur’an telah mengharamkan zina begitu pula pendahuluan-pendahuluan
yang dapat mengantar kepada perbuatan zina serta sebab-sebabnya secara
keseluruhan seperti melihat, ikhtilath, berkhalwat, tabarruj
dan lain-lain.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 3/39).
3) Hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma yang
dikeluarkan oleh Abu Daud dengan sanad yang hasan dari seluruh jalan-jalannya,
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wasallam bersabda:
لَا تَمْنَعُوْا نِسَائَكُمُ
الْمَسَاجِدَ وَبُيُوْتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ
“Janganlah
kalian melarang para perempuan kalian (untuk menghadiri) mesjid, dan
rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka.”
Dan dengan
lafazh yang lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari
hadits Ibnu ‘Umar pula, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi
wasallam bersabda:
لَا تَمْنَعُوا إِمَاءَ اللهِ
مَسَاجِدَ اللهِ.
“Janganlah
kalian melarang hamba-hamba Allah yang perempuan (untuk menghadiri)
mesjid-mesjid Allah.”
Hadits
ini menjelaskan tentang tidak wajibnya perempuan menghadiri sholat jama’ah
bersama laki-laki di masjid, ini berarti boleh bagi perempuan untuk menghadiri
sholat jama’ah di masjid akan tetapi rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka.
Dan para ulama fuqaha’ sepakat tentang tidak wajibnya hal tersebut. Dan
sebagian dari mereka memakruhkan untuk perempuan muda, adapun untuk perempuan
yang telah tua maka mereka membolehkannya dan yang rajih adalah hukumnya boleh.
(Lihat: Al Mufashshal Fii Ahkâmil Mar’ah: 3/424)
Berkata
Imam An Nawawi dalam Syarah Shahîh Muslim (2/83): “Ini menunjukkan bolehnya
perempuan ke masjid untuk menghadiri sholat jama’ah, tentunya bila memenuhi
syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh syari’at. Di antaranya tidak keluar
dengan menggunakan wangi-wangian, tidak berpakaian yang menyolok dan termasuk
di dalamnya tidak bercampur atau ikhtilath dengan laki-laki yang bukan
mahramnya.”
4) Hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha yang dikeluarkan
oleh Imam Bukhari, beliau berkata:
اسْتَأْذَنْتُ النَّبِيَّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ فِي الْجِهَادِ فَقَالَ : جِهَادُكُنَّ
الْحَجُّ.
“Saya
meminta izin kepada Nabi shallallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wasallam
untuk berjihad, maka Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wasallam
bersabda: Jihad kalian adalah berhaji.”
Berkata
Ibnu Baththal dalam Syarahnya sebagaimana yang dinukil oleh Ibnu Hajar dalam Fathul
Bari (6/75-76): “Hadits ini menjelaskan bahwa jihad tidak diwajibkan
bagi perempuan, hal ini disebabkan karena perempuan apabila berjihad maka tidak
akan mampu menjaga dirinya dan juga akan terjadi percampurbauran antara
laki-laki dan perempuan.”
5) Hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang
dikeluarkan oleh Imam Muslim, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi
wasallam bersabda:
خَيْرُ صُفُوْفِ الرِّجَالِ
أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوْفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا
أَوَّلُهَا.
“Sebaik-baik
shaf laki-laki adalah yang paling depan dan sejelek-jeleknya adalah yang paling
belakang. Dan sebaik-baik shaf perempuan adalah yang paling belakang dan
sejelek-jeleknya adalah yang paling awal.”
Berkata
Imam An Nawawi dalam Syarah Shahîh Muslim: “Bahwa sesungguhnya shaf
perempuan yang paling baik adalah yang paling belakang dan shaf laki-laki yang
paling baik adalah yang paling awalnya, hal ini dikarenakan agar keadaan shaf
perempuan dan shaf laki-laki saling menjauh sehingga tidak terjadi ikhtilath
dan saling memandang satu dengan yang lainnya.”
Berkata
Ash Shan’ani dalam Subulus Salam: “Dalam hadits ini menjelaskan sebab
sunnahnya shaf perempuan berada di belakang shof laki-laki agar supaya keadaan
tempat perempuan dan laki-laki dalam sholat saling menjauh sehingga tidak
terjadi ikhtilath di antara mereka.”
Berkata
Asy Syaukani dalam Nailul Authar (3/189): “Penyebab kebaikan shaf
perempuan berada di belakang shaf laki-laki adalah karena tidak terjadi iktilath
antara mereka.”
6) Hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha yang dikeluarkan
oleh Imam Bukhari, beliau berkata:
إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّيْ الصُّبْحَ بِغَلَسٍ
فَيَنْصَرِفْنَ نِسَاءُ الْمُؤْمِنِيْنَ لَا يُعْرَفْنَ مِنْ الْغَلَسِ أَوْ لَا
يَعْرِفُ بَعْضُهُنَّ بَعْضًا.
“Sesungguhnya
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wasallam sholat Shubuh pada
saat masih gelap maka para perempuan kaum mukminin kembali dan mereka tidak
dikenali karena gelap atau sebagian mereka tidak mengenal sebagian yang lain.”
Hadits
ini menjelaskan disunnahkannya bagi perempuan keluar dari masjid lebih dahulu
daripada laki-laki ketika selesai shalat jama’ah, agar supaya tidak terjadi ikhtilath,
saling pandang memandang atau hal-hal yang tidak dibenarkan oleh syari’at.
Hal
serupa dijelaskan pula dalam hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha
riwayat Imam Bukhari, beliau berkata:
أَنَّ النِّسَاءَ فِيْ عَهْدِ
رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ كُنَّ إِذَا
سَلَّمْنَ مِنَ الْمَكْتُوْبَةِ قُمْنَ وَثَبَتَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه
وسلم وَمَنْ صَلَّى مِنَ الرِّجَالِ مَا شَاءَ اللهُ فَإِذَا قَامَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ قَامَ الرِّجَالُ.
“Sesungguhnya
para perempuan di zaman Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi
wasallam bila mereka salam dari sholat wajib, maka mereka berdiri dan
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wasallam dan orang yang
sholat bersama beliau dari kalangan laki-laki tetap di tempat mereka selama
waktu yang diinginkan oleh Allah, bila Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa
‘alâ âlihi wasallam berdiri maka para lelaki juga berdiri.”
Berkata
Asy Syaukani dalam Nailul Authar (2/315): “Dalam hadits ini terdapat hal
yang menjelaskan tentang dibencinya ikhtilath antara laki-laki dan
perempuan dalam perjalanan dan hal ini lebih terlarang lagi ketika ikhtilath
terjadi dalam suatu tempat.”
Berkata
Ibnu Qudamah dalam Al Mughni (2/560): “Jika dalam jama’ah sholat
terdapat laki-laki dan perempuan maka disunnahkan bagi laki-laki untuk tidak
meninggalkan tempat sampai perempuan keluar meninggalkan jama’ah sebab kalau
tidak, maka hal ini dapat membawa pada ikhtilath.“
7) Hadits Jabir Bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma
riwayat Imam Bukhari, beliau berkata:
قَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْفِطْرِ فَصَلَّى فَبَدَأَ
بِالصَّلَاةِ ثُمَّ خَطَبَ فَلَمَّا فَرَغَ نَزَلَ فَأَتَى النِّسَاءَ
فَذَكَّرَهُنَّ.
“Rasulullah
shallallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wasallam berdiri pada hari Idul Fitri
untuk Sholat maka beliau pun memulai dengan sholat kemudian berkhutbah. Tatkala
beliau selesai, beliau turun lalu mendatangi para perempuan kemudian
memperingati (baca: menasihati) mereka.”
Berkata
Al Hafizh dalam Al Fath (2/466): “Perkataan “kemudian beliau
mendatangi para perempuan” menunjukkan bahwa tempat perempuan terpisah dari
tempat laki-laki, tidak dalam keadaan ikhtilath.“
Berkata
Imam An Nawawi dalam Syarah Shahîh Muslim (2/535): “Hadits ini
menjelaskan bahwa perempuan-perempuan apabila menghadiri sholat jama’ah di mana
jama’ah tersebut dihadiri pula oleh laki-laki maka tempat perempuan berisah
dari tempat laki-laki hal ini untuk menghindari fitnah, saling memandang dan
berbicara.”
8) Firman Allah : “ Dan apabila kalian meminta sesuatu (keperluan)
kepada mereka (istri-istri nabi) maka mintalah dari belakang tabir (hijab).
Cara yang demikian itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka.” (Al-Ahzab
: 53)
9) Sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam : “Hati-hatilah
kalian untuk masuk ke tempat para wanita “ Maka salah seorang laki-laki dari
kalangan anshar : “Bagaimana pendapatmu (Ya Rasulullah) tentang Al-Hamwu ?”
Rasulullah menjawab : “ Al-Hamwu adalah kematian.” (Mutafaqqun ‘alaihi).
Al-Hamwu
adalah kerabat suami, seperti saudara laki-lakinya (ipar), putra dari pamannya
(saudara misan). Kekhawatiran terhadap Al-Hamwu ini justru lebih besar
dibanding dengan kekhawatiran terhadap yang lain. Fitnahnya pun labih besar
pula karena sangat mungkin baginya untuk berhubungan dengan pihak wanita
(istri) dan berkhalwat dengannya tanpa adanya pengingkaran (kecurigaan), karena
dianggap dari keluarga. Berbeda kalau laki-laki itu orang asing bukan keluarga
si suami.
Maka makna dari hadits di atas adalah berhati-berhatilah (jauhilah) untuk bercampur baur (ikhtilat) dan bersepi-sepi (khalwat) dengan para wanita dengan tanpa adanya mahram si wanita.
Maka makna dari hadits di atas adalah berhati-berhatilah (jauhilah) untuk bercampur baur (ikhtilat) dan bersepi-sepi (khalwat) dengan para wanita dengan tanpa adanya mahram si wanita.
10) Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Janganlah
salah seorang diantara kalian (laki-laki) bersepi-sepi (berkhalwat) dengan
wanita malainkan harus disertai mahramnya.” (Mutafaqqun’alaihi).
LARANGAN MENCAMPURI ISTERI
YANG SEDANG DALAM KEADAAN HAID
Bersenggama
(hubungan seks) memang menyenangkan, apalagi bila kondisi Anda dan pasangan
senantiasa bugar. Namun saat kondisi wanita sedang haid (menstruasi), pria tak
boleh memaksakannya bercinta di ranjang, apalagi sampai melakukan penetrasi (intercourse).
A. BAHAYA
BAGI KESEHATAN
Menurut dr Boy Abidin, wanita yang sedang menstruasi
sebaiknya jangan berhubungan seks. Pasalnya, organ intim wanita akan
mengalami infeksi karena darah yang seharusnya keluar terdorong ke dalam
vagina. Itu menyebabkan terjadinya endometriosis. ”Endometriosis
merupakan nyeri pada wanita dan terjadi perlengketan yang menyebabkan wanita
susah hamil,” terang genekolog yang aktif memberikan penyuluhan seputar
perilaku seksual pada remaja.
Menurut
dokter ramah ini, sebaiknya pasangan suami istri berhubungan intim sebelum atau
sesudah masa menstruasi. Saat itu merupakan masa subur wanita.
”Masa
subur wanita itu dua pekan sebelum datang bulan berikutnya. Masa subur cuma
datang satu hari saja. Tapi sperma bisa bertahan 2-3 hari di dalam saluran sel
telur. Kalau ada sel telur yang matang saat itu, spermanya masih bisa
membuahi,” tukasnya.
B. HUKUM
MENGGAULI ISTERI YANG SEDANG HAID
Setidaknya
ada beberapa hukum terkait dengan wanita haid. Salah satu di antara hukum-hukum
tersebut adalah diharamkannya suami mencampuri (bersenggama) istri yang sedang
haid.
Abu
Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq -Rahimahumullah- dalam buku
beliau mengatakan diharamkan mencampuri istri yang sedang haid, berdasarkan
firman Allah SWT:
“Mereka bertanya kepadamu
tentang haid. Katakanlah, ‘Haid itu adalah suatu kotoran.’ Oleh sebab itu
hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu
mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka
campurilah mereka itu di tempat yang diperintakan Allah kepadamu. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang meyucikan
diri.” (Al-Baqarah : 222).
Maksud
dari perkataan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci adalah
larangan untuk berjima’ (bercinta) dengan Istri saat masih dalam keadaan haid.
Dalam
sebuah hadits Rasulullah -Shallallahu alaihi wa Salam- bersabda:
“Lakukanlah segala sesuatu terhadapnya kecuali menyetubuhinya.” ( Riwayat Muslim, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, Ad-Darimi).
“Lakukanlah segala sesuatu terhadapnya kecuali menyetubuhinya.” ( Riwayat Muslim, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, Ad-Darimi).
Larangan
yang lebih tegas dikatakan Rasulullah SAW dalam sabdanya:
“Barangsiapa yang menjima’i
(menyetubuhi) istrinya yang sedang dalam keadaan haid atau menjima’i duburnya
(anal seks), maka sesungguhnya ia telah kufur kepada Muhammad SAW.”
C. TUJUAN
BERHUBUNGAN (MENCAMPURI) ISTERI MENURUT AJARAN ISLAM
Perihal
hubungan seksual (bercinta), Rasulullah SAW memberi petunjuk yang sangat
sempurna, beralas etika dan estetika Rabbaniyah (ketuhanan). Bercinta
tidak saja untuk menyehatkan jiwa, namun juga memberi kepuasan serta kenikmatan
jiwa. Sabda Rasulullah SAW tentang bercinta (senggama) adalah nasehat
paripurna, utamanya demi menjaga kesehatan tubuh, mental, dan spiritual,
berikut mewujudkan tujuan bersenggama itu sendiri. Diantara tujuan hubungan
seksual menurut ajaran Islam ialah:
- Melahirkan dan menjaga kelangsungan keturunan. Dengan
kelahiran putra-putri buah senggama, nantinya diharapkan akan lahir
generasi penerus bagi keluarga dan kommunitas serta kesinambungan suatu
bangsa;
- Mengeluarkan air (sperma) berdampak positif bagi tubuh.
Sebab apabila iar sperma dibiarkan mengendap di dalm tubuh tanpa
disalurkan ke ladang tempat bercocok tanam (fitrah penyaluran), akan
berdampak buruk bagi tubuh maupun mental seseorang;
- Media untuk menyalurkan hajat, guna merengkuh
kenikmatan surga duniawi. Bedanya, bersenggama di dunia bisa melahirkan
anak, sedang di surga keabadian tidak akan membuahkan anak, semua itu
harus dilakukan dengan cara yang benar dan baik, sesuai dengan etika dan
estetika, serta aturan luhur yang selaras dengan nilai-niilai ajaran
Islam.
D. ETIKA
DALAM BERHUBUNGAN (MENCAMPURI) ISTERI
Ajaran Islam mengajarkan etika
senggama, yang harus dipahami setiap Muslim. Ada banyak ayat al-Quaran dan
Sunnah Nabi yang menuturkan masalah etika bercinta ini. Karenanya, sebelum
bercinta, setiap Muslim harus memperhatikan etika (adab) dan prasyarat
bersenggama sebagai berikut:
1) Tidak
Menolak Ajakan Bercinta.
Secara
tabiat maupun fitrah, para lelaki lebih agresif, tidak memiliki energi
kesabaran, serta kurang bisa menahan diri dalam urusan making love ini. Sebaliknya,
para wanita cenderung bersikap pasif, pemalu, dan kuat menahan diri. Oleh sebab
itu, diharuskan bagi wanita menerima dan mematuhi ajakan suami untuk bercinta.
Dalam sebuah hadis dituturkan, Rasulullah SAW bersabda: Jika seorang istri
dipanggil oleh suaminya karena hajat biologisnya, maka hendaknya segera
datang, meski dirinya sedang sibuk (HR Turmudzi). Ajaran Islam tidak
membenarkan perilaku para istri yang menolak ajakan suami mereka untuk
bercinta. Dalam sebuah hadis riwayat Ibnu Umar, Rasulullah SAW bersabda: Allah
melaknat wanita yang menunda-nunda, yaitu seorang istri ketika diajak suaminya
ke tempat tidur, tetapi ia berkata, 'nanti dulu', sehingga suaminya tidur
sendirian (HR Khatib). Dalam hadis lain dituturkan: Jika suami mengajak
tidur istrinya, lalu sang istri menolak, yang menyebabkan sang suami marah
kepadanya, maka malaikat akan melaknat istri tersebut sampai pagi tiba (HR
Bukhari dan Muslim).
2) Bersih dan Suci.
Haid
adalah penyakit bulanan yang tidak suci, wanita yang sedang haid berarti tidak
suci. Karenanya, para suami yang istri mereka sedang mengalami datang bulan
dilarang mensetubuhinya selama waktu haid. Manakala darah haid sudah berhenti,
maka wajib bagi wanita membersihkan tubuhnya dengan air. Kemudian mengambil
'secuil' kapas atau kain, lalu melumurinya dengan kasturi atau bahan pewangi
lainnya yang beraroma semerbak menawan, kemudian membilas bagian tubuh yang
terlumuri darah saat haid, sehingga tidak ada lagi bau tak sedap pada tubuh
sang wanita. Dalam sebuah riwayat dari Aisyah Ra dituturkan, suatu hari, ada
seorang wanita bertanya kepada Rasulullah SAW, tentang cara bersuci
(membersihkan diri) sehabis datang bulan. Rasulullah SAW bertutur kepada wanita
tersebut: Ambillah bahan pewangi dari kasturi. Bersihkan dirimu dengannya.
Wanita itu bertanya: Bagaimana caraku membersihkan tubuh? Rasulullah SAW
menjawab: Bersihkan tubuhmu dari noda haid. Wanita itu bertanya lagi: Bagaimana
caranya? Rasulullah SAW menjawab: Subhanallah, bersihkan dirimu!
Aisyah Ra melanjutkan penuturannya: Aku lantas membisiki wanita itu, 'Bilas
tubuhmu yang terlumuri darah haidmu dengan pewangi kasturi' (HR Bukhari).
Allah Azza wa Jalla juga menyatakan di dalam firman-Nya, bahwa syarat untuk melakukan hubungan badan ialah harus dalam kondisi suci. Kesucian tubuh dari 'penyakit' haid adalah demi mewujudkan seks sehat, sebagaimana firman-Nya: Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah. Haid itu adalah kotoran (penyakit). Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri (QS. al-Baqarah/2: 222).
Rasulullah SAW juga mengingatkan kepada para suami, agar tidak menyetubuhi istri mereka dalam keadaan nifas dan haid. Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa yang bersenggama dengan wanita yang sedang haid, atau menyetubuhi wanita dari dubur (lubang anus)-nya, atau mendatangi paranormal (ahli tenung), dan mempercayai ramalannya, Maka sejatinya ia telah kufur (ingkar) dengan apa-apa yang diturunkan kepada Muhammad SAW (HR Abu Daud). Dalam riwayat lain dituturkan, Rasulullah SAW bersabda: Datangilah istrimu dari arah depan atau dari arah belakang, tetapi awas (jangan menyetubuhi) pada dubur dan (jangan pula) dalam keadaan haid (HR Akhmad dan Tirmidzi). Lain daripada itu, selain harus suci - tidak haid dan nifas - pasangan Muslim harus bersih-bersih diri sebelum bercinta, agar tubuh mereka bersih dan percintaan yang dilakukan sehat.
Allah Azza wa Jalla juga menyatakan di dalam firman-Nya, bahwa syarat untuk melakukan hubungan badan ialah harus dalam kondisi suci. Kesucian tubuh dari 'penyakit' haid adalah demi mewujudkan seks sehat, sebagaimana firman-Nya: Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah. Haid itu adalah kotoran (penyakit). Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri (QS. al-Baqarah/2: 222).
Rasulullah SAW juga mengingatkan kepada para suami, agar tidak menyetubuhi istri mereka dalam keadaan nifas dan haid. Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa yang bersenggama dengan wanita yang sedang haid, atau menyetubuhi wanita dari dubur (lubang anus)-nya, atau mendatangi paranormal (ahli tenung), dan mempercayai ramalannya, Maka sejatinya ia telah kufur (ingkar) dengan apa-apa yang diturunkan kepada Muhammad SAW (HR Abu Daud). Dalam riwayat lain dituturkan, Rasulullah SAW bersabda: Datangilah istrimu dari arah depan atau dari arah belakang, tetapi awas (jangan menyetubuhi) pada dubur dan (jangan pula) dalam keadaan haid (HR Akhmad dan Tirmidzi). Lain daripada itu, selain harus suci - tidak haid dan nifas - pasangan Muslim harus bersih-bersih diri sebelum bercinta, agar tubuh mereka bersih dan percintaan yang dilakukan sehat.
3) Bercinta Sesuai Aturan Syariat.
Salah
satu tujuan making love (bercinta) adalah untuk melahirkan keturunan.
Dan proses kelahiran hanya terjadi manakala terjadi pembuahan sperma laki-laki
dan perempuan dalam rahim. Karenanya, bercinta harus dilakukan dengan cara yang
benar, yatitu melalui tempat yang semustinya, bukan melalui anus (dubur) maupun
lisan (oral sex) - sebagaimana yang jamak dilakukan orang-orang yang
memiliki kelainan seksual, serta orang yang tidak paham niali-nilai agama. Lain
daripada itu, bersenggama tidak sesuai aturan sama halnya menafikan kehormatan
wanita yang disetubuhinya. Dan cara seperti itu mustahil bisa melahirkan keturunan.
Ajaran Islam memberi syarat, bahwa senggama harus ditempatkan pada tempat yang
semustinya, yaitu vagina wanita, bukan melalui anus (dubur) atau mulut wanita
(seks oral). Sebab percintaan yang dilampiaskan pada tempat selain vagina,
mustahil dapat membuahkan keturunan. Oleh sebab itu, Allah Azza wa Jalla
berfirman: Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu
bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana
saja kamu kehendaki (QS. al-Baqarah/2: 223).
4) Berhias Diri.
Diantara
syarat bercinta ialah masing-masing pasangan - suami istri - harus berhias diri
untuk menyenangkan dan menggairahkan percintaan yang hendak dilakukan. Diantara
cara berhias diri dalam bercinta adalah:
1.
Mambagusi bagian tubuh, yang
merupakan lima organ fitrah, sebagaimana dituturkan Rasulullah SAW: Lima hal
yang termasuk fitrah (sesuci), yakni mencukur kumis, mencukur bulu ketiak,
memotong kuku, mencukur bulu kemaluan, dan khitan.
2.
Menggunakan wewangian, yang paling
utama adalah kasturi. Dalam sebuah riwayat dituturkan, bahwa tatkala seorang
sahabat yang memberitahu Rasulullah SAW tentang adanya seorang wanita yang
memerciki cincinnya dengan kasturi, Rasulullah SAW bersabda: Kasturi adalah
sebaik-baik wewangian.
3.
Memakai celak, dan jenis celak
terbaik ialah yang terbuat dari bahan itsmid. Abdullah bin Abbas
meriwayatkan, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya sebaik-baik
celak kalian adalah yang terbuat dari bahan itsmid. Ia dapat menajamkan
penglihatan, serta menumbuhkan rambut. Al-Qur'an juga mengisyaratkan
anjuran berhias diri bagi kaum wanita, sebagaimana firman-Nya: Orang-orang
yang meninggal dunia diantaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah
para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber-'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian
apabila telah habis 'iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan
mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. (QS. al-Baqarah/2:
234) Sayyid Qutub dalam tafsirnya menjelaskan, bahwa redaksi al-Qur'an membiarkan
mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut adalah bukti
otentik, dibolehkannya bagi kaum wanita untuk berhias diri, hal mana yang
demikian itu dilakukan dengan tujuan agar datang lelaki meminangnya.
5) Berdoa.
Diantara
etika seks dalam Islam ialah membaca doa sebelum melakukan persetubuhan. Dalam
sebuah hadis yang diriwayatkan Abdullah bin Abbas dituturkan, bahwasanya
Rasulullah SAW bersabda: Jika salah seorang diantara kalian hendak
mencampuri istrinya, maka hendaknya sebelum senggama membaca doa: Bismillah,
Allahumma jannibnaa asy-syaithan, wa jannib asy-syaithana ma ruziqnaa (Dengan
menyebut nama Allah. Ya Allah jauhkanlah kami dari Setan. Dan jauhkan setan
dari apa-apa yang Engkau karuniakan kepada kami (anak keturunan). Dengan
memanjatkan doa, diharapkan anak yang lahir dari buah percintaan tidak goyah
diperdaya setan, akan tetapi serta selalu dekat kepada Allah.
6) Mencari
tempat bercinta yang nyaman dan merahasiakan apa yang terjadi diantara suami
istri pada waktu bercinta.
Diantara
syarat bercinta dalam Islam ialah mencari tempat yang nyaman dan merahasiakan
apa yang terjadi pada saat bercinta, baik istri maupun suami, tidak
diperkenankan menceritakan 'geliat' percintaan yang dilakukannya kepada orang
lain. Dalam sebuah hadis riwayat Abu Said Khudri, ia menuturkan, Rasulullah SAW
bersabda: Selazimnya bagi kaum lelaki diantara kalian yang hendak memenuhi
hajat biologisnya, mencari tempat yang nayaman, jauh dari hiruk pikuk
keluarganya, dan menutup pintu rapat-rapat, serta mengenakan sehelai kain,
barulah bercinta (bersetubuh). Kemudian apabila telah selesai bercinta,
hendaknya tidak menceritakan hubungan badannya kepada orang lain. Selazimnya
bagi kaum wanita diantara kalian, yang hendak memenuhi hajat biologis, mencari
tempat yang nyaman, menutup pintu rapat-rapat, dan mengenakan sehelai kain
untuk menutup tubuhnya. Dan jika selesai memuaskan dahaga cinta, hendaknya
tidak menceritakan hubungan intimnya kepada yang lain. Salah seorang wanita
berujar: Demi Allah, wahai utusan Allah, kebanyakan daripada kaum wanita
menceritakan apa yang mereka alami saat senggama kepada yang lain, serta jamak
melakukan percintaan di tempat terbuka. Rasulullah SAW berkata tegas. Janganlah
kalian melakukan hal seperti itu - menceritakan sesuatu saat senggama dan
bersetubuh di tempat terbuka, serta bertelanjang bulat. Sebab perbuatan
seperti itu, sama persisnya dengan perbuatan setan pria bertemu dengan setan
wanita di tengah jalan, lalu bersetubuh di tempat terbuka, setelah setan pria
selesai melampiaskan dahaga seksnya, lantas meninggalkan si wanita begitu saja.
Rasulullah SAW juga meyerukan untuk mengenakan kain saat bercinta, sebagaimana
sabdanya: Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla adalah maha lembut, maha malu,
maha menutup diri. Dia mencintai rasa malu dan menutup aurat. Menutup
aurat, tidak saja dalam 'laku' kehidupan di ruang publik, tetapi juga saat
bercinta.
7) Tidak bercinta saat melakukan iktikaf atau sedang dalam
kondisi berihram.
Orang
yang sedang menjalankan iktikaf di masjid tidak boleh bersenggama, demikian
pula orang yang sedang berihram, juga tidak boleh bercampur dengan pasangannya,
sebagaimana diwartakan al-Qur'an: Janganlah kamu campuri mereka itu, sedang
kamu beri'tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka jangnlah kamu
mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia,
supaya mereka bertakwa (QS. al-Baqarah/2: 187). Usman bin Affan
meriwayatkan, bahwasanya Rasulullah SAW bertutur: Orang yang sedang
melaksanakan ibadah Ihram tidak boleh bersenggama, maupun menikah atau melamar (HR
Muslim). Dalam riwayat Turmudzi disebut dengan redaksi: Saat berihram
dilarang bersetubuh.
8) Tidak bercinta dengan istri yang sedang datang bulan (haid).
Ajaran
Islam melarang pasangan suami istri bercinta saat sang istri sedang datang
bulan. Sebab haid adalah penyakit, dikhawatirkan bayi yang lahir dari buah
senggama pada kondisi seperti itu akan tidak sempurna (cacat). Allah
menjelaskan dalam al-Qur'an: Mereka bertanya kepadamu tentang haid.
Katakanlah: "Haid itu adalah kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu
menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereke,
sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di
tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang taubat dan meyukai orang-orang yang mensucikan diri (QS.
al-Baqarah/2: 222). Ajaran Islam juga melarang suami menggauli istrinya ketika
dalam keadaan nifas - usai melahirkan. Alasannya jelas, bahwa bercinta
dalam ajaran Islam adalah termasuk laku ibadah, karenanya harus dilakukan pada
waktu kondisi baik.
9) Memperhatikan kondisi fisik.
Waktu
yang paling tepat untuk melakukan hubungan badan adalah saat kondisi fisik
dalam keadaan fit (segar bugar), yakni pencernaan makanan lancar, tensi tubuh
seimbang antara panas dan dingin, kondisi perut tidak kenyang dan tidak lapar.
Sebab bersenggama dalam keadaan tubuh tidak fit, pencernaan makanan tidak
lancar, tensi tubuh terlalu panas maupun terlalu dingin, perut terlalu lapar
maupun kenyang, akan membuat hububgan badan kehilangan maknanya, dan tidak bisa
dinikmati bahkan melahirkan madharat (mara bahaya). Bersenggama dalam keadaan
perut lapar lebih berbahaya ketimbang perut dalam keadaan kenyang. Lain
daripada itu, tidak akan bisa merengkuhi nikmat senggama, lebih-lebih memberi
kepuasan seksual kepada pasangan hidup. Rasulullah SAW bersabda: Jika
seseorang diantara kamu bersenggama dengan istrinya, hendaklah ia lakukan dengan
penuh kesungguhan. Kemudian, kalau ia telah menyelesaikan kebutuhannya sebelum
istri mendapatkan kepuasan, maka janganlah ia buru-buru mencabut (kemaluannya),
sampai istrinya menemukan kepuasan (HR Abdul Razaq).
Bismillah Enam
Bismillah Enam
- Makbul segala hajat dan cita-cita.
- Luas rezkinya.
- Jika ditiup kpd perempuan nescaya kasih ia kepada kita.
- Menang dalam peperangan.
- Penerang hati.
- Diajuhkan dari segala penyakit.
- Dibaca 70 kali tiap-tiap hari aman dari ancaman
raja-raja dan pembesar yang zalim yang hendak membunuhnya.
- Dibaca ditempat yahng suci nescaya dapat melihat
malaikat, jin dan syaitan.
- Dibaca dimalam jumaat 20 kali boleh melihat orang
didalam kubur.
- Aman daripada binatang2 buas.
- Air laut menjadi tawar.
- Terlepas daripada terkena bunuh juka dibaca kepada
tubuh badan.
- Jika ditulis dan dijadikan azimat atau dibaca pada
sawah aman daripada ancaman babi, tikus atau burung.
- Terselamat daripada bahaya musuh dan seteru.
- Terselamat dari karam dilaut.
- Jika dibaca pada minyak malam jumaat tiga kali boleh
memudahkan perempuan beranak jika meminumnya.
- Orang yang pekak jika dibaca pada telinganya selam 7
hari nescaya mendengar.
- Orang gila atau yang dirasuk oleh iblis apabila dibaca
ditelinga tiga kali insyaallah lari iblisnya.
- Boleh tawarkan segala jenis bisa termasuk bisa sengat
binatang seperti lebah, ular dan ikan.
- Boleh tawarkan segala jenis racun dan santau, seperti
yang diperbuat daripada miang rebung, ulat buku mati beragan, hempedu
katak dan sebagainya.
- Terkeluar daripada penjara apabila dibaca
bersungguh-sungguh.
- Dijadikan jampi untuk menghalau jin dan syaitan.
Cara untuk merawat pesakit yang
menderita kerana perkara diatas; latakkan tangan ditempat yang sakit, tahan
nafas dan baca al-Fathihah dan juga ayat Bismillah Enam ini. Tiup tempat
tersebut dah urut sedikit. Baca juga ayat ini pada air untuk disapukan pada
tempat yang sakit dan untuk di minum. Angin akan keluar darpi pesakit dan
diikuti oleh muntah, insyaallah.
Doa ini juga boleh digunakan kepada
binatang yang termakan rumput yang diracun atau yang dipatuk ular. Kaedah
rawatannya adalah dengan memberi makan rumput dan meminum air yang telah
dibacakan dengan doa diatas.
AMAL LAH BISMILLAH ENAM INI KERANA
IANYA MENJADIKAN SEGALA JENIS RACUN AKAN TAWAR DAN TIDAK MEMBERI MUDHARAT
KEPADA PENGAMAL KALAU TERMINUM. GELAS YANG MENGANDUNGI RACUN AKAN PECAH KALAU
DIPEGANG OLEH PENGAMAL BISMILLAH ENAM. INSYAALLAH.
22 March 2010
RATIB AL-HADDAD
Sejarah Ratib Al-Haddad
Ratib
Al-Haddad terambil dari nama penyusunnya, yaitu Al-Habib Abdullah bin alwi bin muhammad Al-Haddad. Dari
beberapa banyak doa-doa dan dzikir-dzikir yang beliau karang, Ratib Al-Haddad inilah
yang paling terkenal dan masyur. Ratib Al-Haddad disusun berdasarkan inspirasi, pada malam lailatul Qodar 27 Romadhon 1071 H.
Ratib
Al-Haddad disusun untuk memenuhi permintaan
seorang murid beliau yang bernama Amir dari
keluarga Bani Sa’ad yang tinggal di Syibam salah satu perkampungan di
Hadromaut, Yaman. Tujuan Amir meminta Habib Abdullah
untuk mengarang Ratib, Agar diadakan suatu wirid dan dzikir dikampungnya, Agar
mereka dapat mempertahankan dan menyelamatkann diri dari ajaran sesat yang
sedang melanda Hadromaut ketika itu.
Pertama kalinya Ratib ini hanya dibaca dikampung Amir sendir,i yaitu kota Syibam setelah mendapat izin dan ijazah dari Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad sendiri. Selepas itu, Ratib ini pun dibaca di masjid Al-Hawi milik beliau yang di kota Tarim. Pada kebiasaan Ratib ini dibaca secara berjamaah setelah sholat ‘isya’.
Pada
bulan Romadhon, Ratib ini dibaca sebelum sholat
‘isya ‘ untuk mengisi kesempitan waktu menunaikan sholat tarawih , dan ini
adalah waktu yang telah ditartibkan Al-Habib Abdullah
bin Alwi Al-Haddad untuk kawasan-kawasan yang mengamalkan Ratib ini. Dengan izin Allah, kawasan-kawasan yang
mengamalkan Ratib ini selamat dan tidak terpengaruh
dari kesesatan tersebut.
Setelah
Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad berangkat
menunaikan ibadah Haji, Ratib Al-Haddad mulai
dibaca di mekkah dan madinah. Al-Habib Ahmad bin
Zain Al-Habsyi berkata , “Barang siapa yang membaca Ratib Al-Haddad dengan penuh keyakinan dan iman, ia
akan mendapat sesuatu yang diluar dugaannya”.
Ketahuilah
bahwa setiap ayat , do’a , dan nama Allah yang disebutkan didalam ratib ini
dipetik dari Al-Qur’an dan Hadits Rasul SAW . bilangan bacaan disetiap doa
dibuat sebanyak tiga kali , karena itu adalah bilangan ganjil (witir). Semua
ini berdasarkan petunjuk Al-Habib Abdullah bin Alwi
Al-Haddad sendiri . beliau menyusun dzikir-dzikir yang pendek dan di
baca berulang kali, agar memudahkan pembacaannya . dzikir yang pendek ini jika
selalu dibaca secara istiqomah, maka lebih utama dari pada dzikir yang panjang
namun tidak dibaca secara istiqomah. semoga Allah memberkahi Pembaca Ratib ini, Amin.
RATIB AL-HADDAD
- Dimulai
dengan Bacaan Al-Fatihah dan Ayatul Kursi kemudian diteruskan dengan
bacaan seperti dibawah ;
Kemudian
diteruskan dengan membaca Surah Al Ikhlas, Surah Al Falaq, Surah Annas
1.Kiriman
Al Fatihah untuk ruh pemimpin kami, kekasih kami, dan
pemberi syafaat kepada kami Rasulillah Muhammad bin Abdillah dan keluarganya
dan sahabatnya, dan keturunannya dan Ahlul Baitnya. Sungguh Allah
memuliakan derajat-derajat mereka dan semoga Allah swt melipat gandakan dan
memperbanyak pahala-pahala mereka dan menjaga kami serta memelihara kami beri
kami kemuliaan dari mereka yang membawa manfaat bagi kami dan kembali kepada
kami dari Al Fatihah ini dari keberkahan mereka dan rahasia kemuliaan mereka
dan cahaya-cahaya mereka dan ilmu-ilmu mereka dan semua limpahan anugerah yang
dilimpahkan kepada mereka dalam agama kami dunia dan akhirat.
2.
Al Fatihah untuk ruh Sayyidina junjungan kami yan merangkum ratib ini pemimpin
dari para pembimbing keluhuran dimasanya yang sangat dimuliakan dari para
hamba-hamba Allah dimasanya Al Habib Abdullah bin Alwi
bin Muhammad Al Haddad dan ayah-ayah mereka dan keturunan mereka,
Sungguh semoga Allah mengangkat dan meninggikan derajat mereka di surga dan
memperbanyak pahala mereka dan melipatgandakan pahala-pahala mereka dan menjaga
kami demi kemuliaan derajat mereka yang membawa manfaat kepada kami atas keberadaan
mereka dan kembali keberkahannya atas kami daripada Al Fatihah ini dan rahasia
keberkahan mereka dan cahaya mereka dan keluasan ilmu mereka dan
anugerah-anugerah mereka pada agama kami di dunia dan akhirat.
3.
Al Fatihah untuk ruh-ruh hamba Allah yang shaleh
dan ayah-ayah kami dan guru-guru kami juga guru-guru agama kami dan juga semua
orang-orang yang mempunyai kaitan kepada kami dan semua yang wafat di
negeri ini dari semua orang yang wafat dalam islam keseluruhannya bagi muslimin
dan semua ruh-ruh ummat muslimin yang telah wafat dan juga semua yang hidup
sampai hari kebangkitan semoga Allah swt memaafkan untuk mereka dan juga menyayangi
mereka dan juga membuka menyelamatkan kesulitan-kesulitan muslimin dan juga
menyayangi mereka dan menyembuhkan penyakit mereka dan juga mengumpulkan segala
kemuliaan untuk mereka dalam hidayah dan petunjuk dan juga mendamaikan apa-apa
yang terjadi kepada mereka, perselisihan mereka dan memilihkan untuk mereka
sebagai seorang pemimpin diantara mereka dan menyingkirkan dari mereka segala
kejahatan-kejahatan yang ada pada mereka dan juga menjaga kami dan mereka dari
kejahatan fitnah dan cobaan-cobaan yang menyulitkan dari semua para pengganggu
daripada hamba-hamba Allah swt apakah hewan, tumbuhan, jin dan lainnya dan
semua yang membawa kesulitan dan yang dekat atau yang jauh dan memurahkan
harga-harga benda-benda jual beli mereka dan juga menurunkan kepada mereka
hujan yang membawa rahmah dan diberikan semua yang diberikan dari kami dan beri
apa-apa permintaan mereka kepada Allah dan semua apa-apa yang dimiliki Allah
dan Rasul Nya dan membukakan atas kami anugerah-anugerah yg dilimpahkan Ahlul
Ma'rifah billah dan mengakhiri kehidupan kami dengan khusnul khatimah dan dalam
keadaan Allah ridha kepada kami dari kebaikan, kelembutan dan kesembuhan.
Setelah
membaca Al Fatihah lalu membaca :
Wahai Allah
sungguh sebenarnya kami meminta Ridha Mu dan surga Mu dan kami berlindung dari
kemurkaan Mu dan apai neraka.
Kemudiaan
Membaca :
Wahai Yang Maha Mengetahui segala apa yang tersembunyi dari kami
janganlah Kau tutupkan tabir yang menghalangi kami dengan Mu dan maafkanlah
kami dan sembuhkanlah kami dan selalulah bersama kami dimanapun kami berada,
Semoga Allah swt membalas terimakasih kami atas Nabi kami Muhammad saw dengan
kebaikan, Semoga Allah swt membalas Sayyidina Muhammad saw beserta keluarganya
dan limpahan salam, Semoga Allah swt membalas atas segala kemuliaan Nabi
Muhammad saw atas kami dengan sebaik-baik balasan untuk Nabi kami dari
ummatnya. Wahai Allah demi kemuliaan khusnul khatimah, Wahai Allah demi
kemuliaan khusnul khatimah, Wahai Allah demi kemuliaan khusnul khatimah
Aku mohon ampun kepada Allah swt yang tiada Tuhan selain Nya Dialah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang kepada seluruh hamba Nya dan hamba-hamba Nya yang beriman Yang Maha Hidup dan Berdiri Sendiri Yang tiada pernah mati dan aku bertobat kepada Nya. Wahai Tuhanku ampunilah dosa-dosaku. Aku mohon pengampunan dari Allah daripada untukku dan dosa-dosaku, dosa mukminin dan mukminat
Aku mohon ampun kepada Allah swt yang tiada Tuhan selain Nya Dialah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang kepada seluruh hamba Nya dan hamba-hamba Nya yang beriman Yang Maha Hidup dan Berdiri Sendiri Yang tiada pernah mati dan aku bertobat kepada Nya. Wahai Tuhanku ampunilah dosa-dosaku. Aku mohon pengampunan dari Allah daripada untukku dan dosa-dosaku, dosa mukminin dan mukminat
Air Fatihah
Ibnu Abas r.a mennyatakan ,Saidina
Hassa bin Ali r.a cucu kepada Rasulallah telah sakit. Rasulallh melihat cucunya
sakit, mengambil air dan membacakan fatihah dan membacakan 40 kali dalam saru
bekas, kemudain air itu disapukan ke muka, kepala dan dua belah tanngan dan
kaki serta perut dan mana-mana angota yang nyata. Dengan berkat fathihah itu
sembuh lah penyakitnya.
Demikinalah, sesiapa sehaja yang
mengidap sesuatu penyakit bacakanlah Fatihah sebanyak yang tersebut setelah itu
bacakan serapah ini:
Ya Allah sembuhkanlah kerana Engkau
Maha Penyembuh. Ya Allah lindugkan kerana Engkau Maha Pelindung. Ya Allah
pulihkan kerana Engkau Maha Pemulih.
Diberi minum air Fatihah itu kepada
orang yang mengidap penyakit dan sapukan ke mukanya serta ke serata tubuh
badannya, inysaallah akan afiat.
Wirid Fathihah
Sesiapa yang membaca alFathihah
sebanyak 100 kali sehari pada tiap-tiap lepas sembahyang sebanyak 20 kali akan:
- Dimurahkan allah rezkinya
- Diperbaikki hal ehwalnya.
- Dibersihkan hatinya.
- Diangkat darjatnya.
- Dimudahkan pekerjaannya.
- Dilepaskan ia daripada dukacita
- Dijauhkan dari mudharat.
- Diberi ia kerajinan dan semangat.
- Tidak keciwa.
- Dijauh dari asutan syaitan.
- Di ilham kepadanya kebajikan.
Hikmat Surah al-Fathihah 2
Mengembalikan PangkatSesiapa yang di pecat dari pekerjaannya atau jatuh pangkat yang disandang olehnya dan sukakan ia kembali kepada pangkatnya, hendaklah ia membaca Fathihah sebanyak 41 kali diantara Sunat Subuh dan Fardhunya selama 40 hari.
Jangan kurang dari bilangan ini dan jangan putuskan ayat-ayat yang dibaca.
Insayallah kembalilah pangkatnya semula atau menyandang pangkat yang lebih tinggi, percayalah kepada khudrat Allah.
Mendapat Zuriat
Sesiapa yang mandul tidak mendapat anak selama ia berkahwin dan suka pula hendak mendapat zuriat atau anak, hendaklah ia mengamalkan membaca surah Fathihah sebagaimana kaedah peraturan seperti ini:
Hendaklah membaca Fathihah sebanyak 41 kali selam 40 hari dengan tidak putus-putus dan tidak kurang bilangannya.
Masanya ialah diantara Sunat Subih dan Fardhu Subuh.
Insyaallah ia akan mendapat zuriat yang salleh lagi baik.
Fathihah di atas kapas.
Sesiapa membaca Fathihah 7 sebanyak 7 kali, kemudian diludahkan diatas sekeping kapas dan ditampalkan pada tempat yang luka atau kudis atau apa-apa sehaja penyakit kulit, akan bercantum lukanya dan sembuh kudisnya, dengan izin Allah.
Bacaan untuk pelayar
Jika di baca Fathihah sebanyak 41 kali di belakang orang yang hendak belayar, Inyaallah di selamatkan ia dalam pelayarannya dan di kembalikan semula ke tanah air dalam keadaan sihat afiat.
Jika hendak membereskan sesuatu pekerjaan
Sesiapa yang melakukan pekerjaan dan hendak selesaikan pekerjaan itu denga baik, bacalah Fathihah di tengah malam sebanyak 41 kali.
Insyaallah dimudahkan allah pekerjaannya dengan tidak mendapat suatu gangguan dan apa saja pekerjaanya dengan izin allah semuanya beres.
Jika berasa dahaga
Sesiapa yang berada dalam pelayaran atau perjalanan atau sesat maka takut ia dahaga atau lapar, hendaklah ia membaca Fathihah sekali diatas tapak tangannya, kemudian ditiupkan diatas tapak tangannya itu dan disapukan kemuka dan perutnya.
Insyaallah ia tidak akan merasa lapar atau dahaga pada hari itu.
Mengubat sakit telinga.
Jika mengidap sakit telinga baru atau pun lama, hendaklah dituliskan Fathihah dalam satu bekas ekmudian dihapuskan tulisan itu dengan minya mawar dan titikkan kedalam telinga, insayaallh afiat.
Minyak Fathihah.
Jika di bacakan 70 kali Fathihah kedalam minyak (apa saja jenis minyak) dan disimpan unutk persediaan bagi sakit-sakit angin, akhmar dan bagi menyegarkan tenaga dan urat. Juga bagi penyakit belakang dan pinggang. Insyaallah afiat apabila di gosokkan.
Menjadi Penawar.
Jika disengat binantang berbisa seperti lipan, kala atau ikan bersengat hendaklah diambil segelas air masuk kan sebutir garam jantan ( besar ) dalam air itu dan bacakan Fatihah sekali.
Kemudian di beri minum, Insyaallah akan hilang bisanya.
Bismillah Enam
Bismillah Enam
- Makbul segala hajat dan cita-cita.
- Luas rezkinya.
- Jika ditiup kpd perempuan nescaya kasih ia kepada kita.
- Menang dalam peperangan.
- Penerang hati.
- Diajuhkan dari segala penyakit.
- Dibaca 70 kali tiap-tiap hari aman dari ancaman
raja-raja dan pembesar yang zalim yang hendak membunuhnya.
- Dibaca ditempat yahng suci nescaya dapat melihat
malaikat, jin dan syaitan.
- Dibaca dimalam jumaat 20 kali boleh melihat orang
didalam kubur.
- Aman daripada binatang2 buas.
- Air laut menjadi tawar.
- Terlepas daripada terkena bunuh juka dibaca kepada
tubuh badan.
- Jika ditulis dan dijadikan azimat atau dibaca pada
sawah aman daripada ancaman babi, tikus atau burung.
- Terselamat daripada bahaya musuh dan seteru.
- Terselamat dari karam dilaut.
- Jika dibaca pada minyak malam jumaat tiga kali boleh
memudahkan perempuan beranak jika meminumnya.
- Orang yang pekak jika dibaca pada telinganya selam 7
hari nescaya mendengar.
- Orang gila atau yang dirasuk oleh iblis apabila dibaca
ditelinga tiga kali insyaallah lari iblisnya.
- Boleh tawarkan segala jenis bisa termasuk bisa sengat
binatang seperti lebah, ular dan ikan.
- Boleh tawarkan segala jenis racun dan santau, seperti
yang diperbuat daripada miang rebung, ulat buku mati beragan, hempedu
katak dan sebagainya.
- Terkeluar daripada penjara apabila dibaca
bersungguh-sungguh.
- Dijadikan jampi untuk menghalau jin dan syaitan.
Cara untuk merawat pesakit yang
menderita kerana perkara diatas; latakkan tangan ditempat yang sakit, tahan
nafas dan baca al-Fathihah dan juga ayat Bismillah Enam ini. Tiup tempat
tersebut dah urut sedikit. Baca juga ayat ini pada air untuk disapukan pada
tempat yang sakit dan untuk di minum. Angin akan keluar darpi pesakit dan
diikuti oleh muntah, insyaallah.
Doa ini juga boleh digunakan kepada
binatang yang termakan rumput yang diracun atau yang dipatuk ular. Kaedah
rawatannya adalah dengan memberi makan rumput dan meminum air yang telah
dibacakan dengan doa diatas.
AMAL LAH BISMILLAH ENAM INI KERANA
IANYA MENJADIKAN SEGALA JENIS RACUN AKAN TAWAR DAN TIDAK MEMBERI MUDHARAT
KEPADA PENGAMAL KALAU TERMINUM. GELAS YANG MENGANDUNGI RACUN AKAN PECAH KALAU
DIPEGANG OLEH PENGAMAL BISMILLAH ENAM. INSYAALLAH.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar